Arsip Kategori: Pendidikan

Hati-Hati, Mulutmu Harimaumu

Ustadz Aan Chandra Thalib  حفظه الله تعالى

index1

Ketika menyebutkan biografi seorang ulama, Al-Hafidz Ibnu Hajar -rahimahullah- mengatakan, ” Dipenghujung usianya terjadi perubahan pada ingatannya, dia lupa sebagian besar hafalannya, sampai-sampai Al Qur’an (juga ikut terlupakan). Dikatakan bahwa hal tersebut terjadi karena dia banyak membicarakan orang lain”

(Ad Durar Al Kaminah juz:6 hal:23)

Syaikh Muhammad bin Muhammad Al Mukhtar As-Syinqity pernah mengisahkan pengalamannya semasa menuntut ilmu dulu. Beliau mengatakan yang maknanya, “Pada awal-awal belajar dulu aku punya seorang teman yang sangat rajin menuntut ilmu, namun dipertengahan jalan dia mulai membicarakan kehormatan ulama, dan perlahan-lahan temanku ini mulai mengalami kegoncangan, diujung usia dia berubah menjadi orang yang ragu terhadap agamanya, nasalullah assalama wal aafiyah”.

Tanda bila seseorang mulai diharamkan dari ilmu adalah saat lidahnya mulai ringan dalam membicarakan ahli ilmu. Maka berhati-hatilah terhadap apa yang keluar dari lisan kita, apalagi menyangkut kehormatan kaum muslimin, terlebih lagi para ulama.

Ingat… DAGING ULAMA ITU BERACUN

Seorang salaf pernah berkata, ”

“Membicarakan orang lain itu penyakit, dan menyebut nama Allah adalah penawar hati.” (193)

~~~~~~~~~~~~~~~~00000~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Sumber : http://bbg-alilmu.com/archives/9681

Repost by Al Bayyinah Haqqul Mubiin

Adab-adab Seorang Pendidik Islam (Catatan Ringkas Dauroh Pendidikan Radio Rodja 756 AM)

Skrining1

Adab-adab yang harus diperhatikan para pendidik :

  1. Masuk kelas dengan mengucapkan salam
  2. tampilkan wajah ke santri/murid dengan wajah yang berseri-seri
  3. disunnahkan membuka pelajaran dengan khutbatul hajat
  4. menggunakan kalimat-kalimat baik dihadapan para santri/siswa, berkata kepada siswa yang salahpun dengan kalimat yang baik
  5. Menjauhi perkataan yang mengandung celaan
  6. guru menegur murid yang tidur
  7. mengatur pertanyaan ketika belajar, siswa sebaiknya tidak bertanya tanpa seijin guru
  8. Para guru harus memraktekan adab-adab islam
  9. Memperhatikan kebersihan dan kerapihan seorang guru dihadapan murid
  10. bila dalam suatu kelas itu campur baur antara ikhwan dan akhwat, hendaknya menempatkan ikhwan di barisan depan dan akhwat di barisan belakang.

*catatan dalam dauroh pendidikan yang diisi oleh ust Kurnaedi, Lc.

Afwan tidak lengkap, mungkin ada yang bbisa melengkapi, silahkan!.

Ryn Oedin, Kp Siluman Tambun Bekasi

Tes Akidah Anak

NGETEST AQIDAH
Gambar
Guru : “Rukun Iman ada berapa?”

Murid : “Ada enam!”

Guru : “Sebutkan!”

Murid : “Wah ustadz…itukan pelajaran masih kecil, kita semua sudah tahu tentang hal itu, jadi tidak perlu diulang lagi…”

Guru : “Ana hanya minta antum sebutkan saja kalau antum benar sudah tahu…”

Murid : “Iman kepada Allah, malaikat2Nya, kitab2Nya, Rasul2Nya, Hari Akhir, Takdir baik dan buruk.”

Guru : “Baiklah kalau antum sudah tahu. Sekarang, apakah antum mengimani semua rukun iman tersebut secara keseluruhan?”

Murid : “Jelas dong ustadz…kalau tidak mengimani salah satunya, bukan Muslim namanya…”

Guru : “Baiklah, sekarang kita perinci lagi…”

Murid : (???)

Guru : “Pembahasan pertama tentang Iman kepada Allah. Iman kepada Allah ada berapa perkara?”

Murid : “Haah??? Emang ada pembagiannya lagi?”

Guru : “Ya ada. Katanya antum sudah tahu semua, itu kan pelajaran masih kecil?!”

Murid : “Tapi ana belum pernah diajarin oleh guru2 ana terdahulu. Ana baru tahu sekarang kalau Iman kepada Allah masih memiliki pembagiannya lagi…Apakah itu bukan termasuk hal yang diada-adakan??”

Guru : “Maksudnya?”

Murid : “Jangan-jangan pembagian Iman kepada Allah menjadi beberapa rukun adalah bid’ah (perkara yang diada2kan), soalnya guru2 ana belum pernah ngajarin ana tentang itu. Kalau bukan bid’ah mana dalil shahih tentang pembagian tersebut??”

Guru : “Pembagian tersebut seperti halnya para ulama menjelaskan bahwa Shalat itu ada pembagiannya juga, memiliki Rukun Shalat, Syarat Shalat, Wajib Shalat, Sunnah Shalat, dan lainnya. Hal tersebut dikumpulkan oleh para ulama setelah mereka melakukan penelitian, dan itu bukan tergolong bid’ah. Jika pembagian tersebut adalah bid’ah, niscaya rukun Shalat juga termasuk bid’ah?! Dan bukan berarti apa yang tidak diajarkan oleh guru antum kepada antum itu adalah bid’ah. Apakah guru antum pernah mengajarkan ilmu Mushthalahul Hadits kepada antum?”

Murid : “Belum pernah…”

Guru : “Kalau belum pernah, apakah ilmu Mushthalahul Hadits itu adalah perkara bid’ah?”

Murid : “Bukan bid’ah.”

Guru : “Kalau bukan bid’ah, begitu juga tentang pembagian iman kepada Allah bukanlah bid’ah.”

Murid : “Hmmm….Kalau begitu apa saja pembagian dari Iman kepada Allah?”

Guru : “Iman kepada Allah memiliki 4 perkara. Yang pertama adalah Iman kepada Wujud Allah. Dalilnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? (QS. Ath-Thur:35).Apakah antum mengimani bahwa Allah itu ada?”

Murid : “Ya. Ana mengimani kalau Allah itu ada.”

Guru : “Untuk perkara pertama, antum selamat insya Allah. Yang kedua adalah, Mengimani rububiyah Allah ta’ala (maksudnya ‘mengimani sepenuhnya bahwa Dialah satu-satunya Rab,‘Dzat yang menciptakan, memiliki, serta mengatur semesta alam’. Jadi, tidak ada pencipta selain Allah, tidak ada pemilik selain Allah, dan tidak ada yang bisa mengatur alam semesta, menghidupkan, serta mematikan, selain Allah ta’ala). Allah berfirman, yang artinya, “Ingatlah, menciptakan dan mengatur hanya milik Allah. Mahasuci Allah … (QS. Al-A’raf:54). Apakah antum mengimani tingkatan kedua ini?”

Murid : “Iya, ana beriman kepada Rububiyah Allah.”

Guru : “Apakah antum percaya Nyi Roro Kidul?”

Murid : “Kalau orangtua saya yang orang Jogja percaya kepada Nyi Roro Kidul.”

Guru : “Bagaimana dengan antum sendiri?”

Murid : “Orangtua saya mungkin lebih paham daripada saya, jadi saya masih mengikuti orangtua saya.”

Guru : “Siapakah Nyi Roro Kidul? Antum tahu?”

Murid : “Katanya, dia adalah penguasa pantai selatan.”

Guru : “Subhanallah (Maha SUci Allah)!!…Dalam masalah ini antum telah salah. Secara tidak sadar, antum telah menyekutukan Allah dalam masalah Rububiyah Allah, menyakini ada penguasa lain selain Allah…wal iyadzubillah. Bertaubatlah dan ucapkan syahadat!”

Murid : (mengucapkan syahadat).

Guru : “Yang ketiga adalah Mengimani uluhiyah Allah ta’ala (Artinya, mengimani dan mengamalkan konsekuensi bahwa Dialah satu-satunya sesembahan yang berhak disembah dan tidak ada sekutu bagi-Nya).
Allah ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Dia; yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.(QS. Al-Baqarah:163).
Apakah antum mengimani Uluhiyah Allah?”

Murid : “Iya, ana mengimaninya.”

Guru : “Apakah antum pernah memberikan sesajen kepada Nyi Roro Kidul?”

Murid : “Pernah, tapi waktu itu ana hanya ikut2an orangtua saja, memberikan sesajen ke pantai agar kami tidak terkena musibah.”

Guru : “Subhanallah (Maha SUci Allah)!!…Dalam masalah ini antum juga telah salah. Secara tidak sadar, antum telah menyekutukan Allah dalam masalah Uluhiyah Allah, pernah beribadah dengan memberikan sesajen dan meminta perlindungan kepada penguasa lain selain Allah…wal iyadzubillah. Bertaubatlah dan ucapkan syahadat!”

Murid : (mengucapkan syahadat).

Guru : Dan tingkatan terakhir adalah Mengimani Nama dan Shifat Allah ta’ala (maksudnya, Beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah ta’ala adalah dengan menetapkan nama-nama dan sifat-sifat yang sudah ditetapkan Allah untuk diri-Nya dalam Alquran atau sunah Rasul-Nya, sesuai dengan kebesaran-Nya, tanpa tahrif (penyelewengan), ta’thil (penghapusan), takyif (menanyakan kaifiyahnya), dan tamtsil (penyerupaan)). Dia juga berfirman, yang artinya, “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura:11). Apakah antum mengimani Nama dan Shifat Allah?”

Murid : “Iya, ana mengimaninya.”

Guru : “Kalau antum mengimaninya, dimanakah Allah?”

Murid : “Allah ada dimana-mana.”

Guru : “Kalau Allah ada dimana-mana, berarti Allah juga ada di dalam WC? di tempat sampah? Allah ada di Amerika? Allah ada di Bekasi? di Bojonggede? Maha Suci Allah…

Murid : “Hmm…salah ya? berarti Allah itu tidak dimana-mana, Allah itu tanpa tempat dan tanpa arah…”

Guru : “Kalau Allah itu tanpa tempat dan tanpa arah, lantas kenapa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mi’raj (naik) ke langit untuk menghadap kepada Allah?”

Murid : “Jadi apa jawabannya?”

Guru : “Allah itu diatas langit (‘Arsy). Dari Muawiyah bin Hakam As-Sulami -radhiyallahu ‘anhu- berkata: “…Saya memiliki seorang budak wanita yang bekerja sebagai pengembala kambing di gunung Uhud dan Al-Jawwaniyyah (tempat dekat gunung Uhud). Suatu saat saya pernah memergoki seekor serigala telah memakan seekor dombanya. Saya termasuk dari bani Adam, saya juga marah sebagaimana mereka juga marah, sehingga saya menamparnya, kemudian saya datang pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ternyata beliau menganggap besar masalah itu. Saya berkata: “Wahai Rasulullah, apakah saya merdekakan budak itu?” Jawab beliau: “Bawalah budak itu padaku”. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Dimana Allah?” Jawab budak tersebut: “Di atas langit”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi: “Siapa saya?”. Jawab budak tersebut: “Engkau adalah Rasulullah”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Merdekakanlah budak ini karena dia seorang wanita mukminah”. (Imam Al-Baihaqi berkata: “Hadits ini shahih, dikeluarkan Muslim”). Dan dalam Al Qur’an juga disebutkan, “Ar-Rahman (Yang Maha Pemurah) bersemayam di atas ‘arsy. (QS. Thaha: 5).”

Murid : “Berarti apa yang ana imani selama ini salah donk?”

Guru : “Iya. Untuk perkara keempat antum telah salah. Lihatlah…dalam pembahasan Iman kepada Allah saja antum masih memiliki keyakinan yang keliru. Dari empat perkara, ketiganya antum telah salah dalam mengimani. Bukankah awal tadi antum mengatakan bahwa antum mengimani semuanya?? Ini baru di pembahasan pertama, yaitu Iman kepada Allah, belum masuk ke pembahasan berikutnya, yaitu pembahasan tentang:
– Iman kepada Malaikat, ada 4 unsur.
– Iman kepada Kitab-kitab, ada 4 unsur juga.
– Iman kepada para Rasul, ada 4 unsur juga.
– Iman kepada Hari Akhir, ada 3 unsur.
– dan Iman kepada Takdir baik dan buruk, ada 4 unsur.”

Murid : “Wah koq jadi banyak begini pembagiannya??…Tolong dijelaskan masing-masing ustadz, agar ana tidak terjerumus kepada aqidah yang menyesatkan…”

Guru : “Untuk menjelaskan masing2 butuh waktu yang tidak sedikit. Makanya mulai sekarang antum harus lebih giat dan banyak lagi dalam menuntut ilmu. Insya Allah nanti akan ana jelaskan kepada antum semuanya.”

Murid : “Syukran ustadz atas ilmunya…Alhamdulillah…”

–SELESAI–

(Dialog ini hanya rekaan/imajinasi)

Sumber: http://gizanherbal.wordpress.com/2012/07/02/dialog-rukun-iman/